Sixtia Kusumawati, S.SiT

Sixtia Kusumawati, S.SiT
Sixtia Kusumawati, S.SiT

Senin, 02 Agustus 2010

GAWAT DARURAT



  1. Pengertian
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.

  1. Etiologi
Gagal jantung adalah adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung congenital maupun didapat.Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal,beban akhir,atau menurunkan kontraktilitas miokardium.Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel;dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertansi sistemik.Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dam kardiomiopati.

  1. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat: 1) meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik, 2) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron,dan 3) Hipertrofi ventrikel.Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.Kelainan pad kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik.Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal,agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :1) penurunan aliran darah ginjal an akhirnya laju filtrasi glomerulus,2) pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,3)interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, 4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, 5) Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan 6) retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.


  1. Klasifikasi.
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort,fatigue,ortopnea,dispnea nocturnal paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi derap S3 dan S4,pernapasan cheyne stokes,takikardi,pulsusu alternans,ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul edema,liver engorgement,anoreksia,dan kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving ventrikel kanan,irama derap atrium kanan,murmur,tanda tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2 mengeras,asites,hidrothoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan pitting edema.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
1.      Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
2.      Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan
3.      Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan
4.      Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.


  1. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat latihan fisik yang menyababkan timbulnya gejala.Pada permulaan,secara khas gejala-gejala hanya muncul pada latihan atau aktivitas fisik;toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi menjadi 2 yaitu criteria mayor dan criteria minor
Kriteria mayor :
1.      Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2.      Peningkatan tekanan vena jugularis
3.      Ronkhi basah tidak nyaring
4.      Kardiomegali
5.      Edema paru akut
6.      Irama derap S3
7.      Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8.      Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1.      Edema pergelangan kaki
2.      Batuk malam hari
3.      Dispneu d’effort
4.      Hepatomegali
5.      Efusi pleura
6.      Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7.      Takikardi (.120x/menit)




  1. Pentalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium,baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban awal, 2) kontraktilitas,dan 3) beban akhir.

Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1.      Menigkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2.      Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

Mengatasi keadaan yang reversible,termasuk tirotoksikosis,miksedema,dan aritmia.
Digitalisasi ;
1.      Dosis digitalis :
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
2.      Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
3.      Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
4.      Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :
Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
5.      Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam,diuretic dan vasodilator
a.       Diet rendah garam
Pada gagak jantung dengan NYHA kelas IV,penggunaan diuretic,digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE),diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek.Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan ;
-          Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
-          Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
-          Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain,dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap,dosis dimulai 3 X 10-15 mg.Semua obat harus dititrasi secara bertahap.
b.      Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg.Dosis penunjang rata-rata 20 mg.Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid, dan asam etakrinat.
Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan ,tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.Penggunaan penghambat ACE bersama diuretic hemat kalium harus berhati hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.



c.       Vasodilator
-          Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
-          Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
-          Prazosin per oral 2-5 mg
-          Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.

GAWAT DARURAT


KEGAWAT DARURATAN
PADA TRAUMA DADA DAN ABDOMEN

A.    Trauma Dada
1.      Anatomi
Dilihat dari aspek anatomik, sebagian dari hati dan usus organ-organ torasik yang terletak    di bawah di perbatasan dan rentan terhadap penusukan dan luka tumpul pada dada. Perlukaan yang menembus, khususnya oleh pisau ke dinding dada lateral bawah mungkin dapat mengenai diafragma peritoneal.

2.      Trauma pada dinding dada
Respirasi tergantung dari kesatuan dari dinding dada, jika pengembangan terganggu maka udara yang masuk juga terbatas. Integritas dapat terganggu baik karena kegagalan mekanis yang berat pada daerah iga maupun akibat dari penusukan pada kavitas pleura.
Fraktur pada iga sering terjadi, namun tidak secara besar mempengaruhi pernafasan, kecuali :
a.     Sangat banyak sehingga mempengaruhi pernafasan.
b.    Ujung patahannya menembus pleura dan paru.
c.     Nyeri pada pleura dan otot membatasi pernafasan.
Ketika terjadi banyak fraktur bilateral, khususnya pada daerah anterolateral, maka akan nampak flail chest dengan tanda klinis pernafasan paradoks. Flail chest disebabkan kecelakaan dari depan, kebanyakan pada kecelakaan motor, dimana korban terlempar mengenai setir atau mendarat dengan posisi tengkurap. Pada perlukaan dada dapat juga terjadi ujung iga yang patah mengarah ke dalam merobek pleura parietal dan visceral. Ini dapat menyebabkan Pneumothorax, Hemothorax ataupun keduanya.

Fraktur iga sering nampak pada garis Aksilaris anterior dan garis Aksilaris Posterior akibat jatuh pada sisi samping. Iga-iga atas lebih jarang terjafi fraktur, kecuali oleh kekerasan langsung seperti akibat ditendang, ditinju dengan dengan keras, atau kecelakaan lalu lintas. Pada daerah-daerah fraktur selalu menunjukkan perdarahan di bawah periosteum atau pleura parietal jika terjadi pada saat masih hidup. Meskipun (walaupun jarang) fraktur terjadi tanpa disertai perdarahan sama sekali, sementara keretakan pada post-mortem menunjukkan sedikit perdarahan dari kavitas sumsum.
Resusitasi, khususnya pijat jantung dari luar juga penyebab yang umum fraktur iga secara luas (sekitar 40%), dimana menyebabkan tugas ahli patologi menjadi lebih sulit ketika membedakan trauma yang asli atau akibat dari usaha pertolongan pertama (LEADBETTER & KNIGHT).
Otot interkostal yang bersifat menjepit dapat menyembunyikan pergerakan iga pada pemeriksaan otopsi, sehingga perlu untuk memisahkan otot-otot tersebut ketika curiga perlukaan dada untuk memudahkan pergerakan sehingga lebih mudah dideteksi. Pada osteoporosis dan beberapa penyakit, iga-iganya mungkin rapuh sehingga mungkin dapat hancur dengan penekanan oleh jari.
Pada balita, khususnya pada kasus penyiksaan anak,  fraktur iga sering ditemukan dan mungkin merupakan tanda diagnosa yang penting pada kasus-kasus yang meragukan. Dimana bayi dipencet dari kedua sisi, biasanya kedua tangan orang dewasa terjepit pada tiap ketiak bayi atau lebih rendah pada sisi lateral dada, hiperrefleksi yag ditmbulkan menyebabkan fraktur pada segmen posterior., biasanya pada daerah leher. Tulang iga terdorong melawan prosesus transverses vertebra dengan antefleksi yang berlebih. Fraktur yang baru nampak sangat jelas baik pada pemeriksaan radiologik maupun otopsi. Dalam 2 minggu kalus akan terbentuk dan akan nampak dengan pemeriksaan sinar X dan  pada pemeriksaan langsung sesudah kematian. Sangat sulit untuk menemukan kalus seperti itu.

3.      Perdarahan dan infeksi pada dada
Segala perlukaan pada dinding dada dan permukaan paru yang mengenai pembuluh darah dan batas pleura dapat terjadi Hemothoraks. Arteri interkostal dan (lebih jarang) arteri mamilaris perdarahan dan memasuki kavitas pleura, namun perdarahn yang paling banyak berasal dari pembuluh darah pada paru dan mediastinum. Hilus paru dapat robek atau terkena tusuk. Sumber hemothoraks itu sendiri berasal dari jantung itu sendiri, meskipun harus ada kerusakan pada kandung jantung itu sendiri sebelum darah memenuhi ruang dada. Dapat hingga berliter-liter jumlahnya, baik cair, bekuan maupun keduanya. Kematian dapat terjadi akibat dari kehilangan banyak darah, meskipun perdarahan eksternalnya sedikit.banyak perdarahan dalam rongga dada bersifat mematikan tanpa kehilangan darah yang tampak.
Pisau yang menusuk secara oblik melalui otot interkostalis mungkin dapat menyebabkan lubang besar pada pembuluh darah atau pada ruang jantung sehingga dapat menyebabkan Hemothoraks atau Tamponade jantung, sementara pada jaringan seperti tertimpa akibat dari tarikan balik pisau itu sendiri hampir menutup luka luar dan mencegah perdarahan yang berarti.
Perdarahan post-mortem dapat menambah volume perdarahan yang ditemukan pada otopsi, sehingga sangat tidak bijaksana untuk memperkirakan jumlah perdarahan yang sebabkan kematian.
Infeksi yang terjadi pada luka dada tidak umum ditemukan pada pemeriksaan forensik, dimana kebanyakan kematian terjadi akibat perdarahan dalam waktu yang singkat sebelum cukup waktu untuk terjadinya infeksi. Bagaimanapun, selulitis, inflamasi pleura, dan bahkan empiema, dapat terjadi, khususnya jika senjata yang digunakan kotor. Ada banyak penyebab infeksi, namun stafilokok, proteus, Clostridium perferingens, umum ditemukan pada kultur.



4.      Pneumotorak
Ada 3 tipe pneumotorak, yaitu :
a.       Tipe Sederhana, dimana kebocoran melalui pleura yang dipenuhi udara kedalam rongga pleura, dimana hubungan ini dengan cepat menutup sebagian jantung kolaps, tapi bila kematian tidak terjadi, udara akan segera diabsorbsi. Bila hubungan ini tetap terbuka, lalu terjadi fistula di bronkopleural dengan udara dirongga pleura, tapi tidak dibawah tekanan, seperti pada tipe 2.Tidak adanya gelembung udara ketika dilakukan autopsy “test air”, pada percobaan radiology adalah demonstrasi terbaik untuk mengetahui adanya udara di rongga pleura.
b.      Ketika kebocoran di pleura (atau sarang-sarang di dinding dada) memiliki bentuk seperti katup, udara dihisap kedalam rongga pleura saat inspirasi, tapi tidak dapat mencapai ekspirasi. Ini memompa potensial aksi ke “tegangan pneumotoraks” dimana menyebabkan kolaps yang menyeluruh pada jantung di bagian hillus dan perubahan mediastinum ke bagian yang berlawanan. Tipe pneumotoraks ini bisa didemonstrasikan saat autopsy dengan memasukkan ruang antarcosta air, dengan radiology adalah metode yang lebih baik untuk mendeteksi semua tipe dari pneumotoraks.
c.       Ketika luka pada dinding dada berhubungan dengan rongga pleura, “luka isap” bisa berbentuk lintasan langsung dari udara bagian luar. Tipe ini sering dijumpai pada bedah militer dan bisa terjadi komplikasi perdarahan dan infeksi.
Trauma paling sering menyebabkan pneumotoraks adalah luka tusuk pada dada yang membuat hubungan langsung terhadap dunia luar, dimana biasanya lapisan kulit dan otot intercosta tertutup oleh jejak ketika senjata ditarik. Pisau sering menembus jantung, sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga pleura dari bronkus.


Penyakit yang alami yang dapat menyebabkan pneumotoraks dimana dapat menimbulkan kematian mendadak. Penyebab yang sering terjadi adalah ruptur bul emfisematous, luka tuberculosis pada jantung bagian perifer atau sobekan pada tempat perlekatan serabut pleura.

5.       Perlukaan pada paru
Memar pada paru umum ditemukan baik pada luka dada terbuka maupun tertutup.
Pada luka dada yang berat beberapa bagian paru dpapat menunjukkan perdarahan, terkadang cukup untuk membentuk hematom yang nyata dengan perusakan jaringan paru. Osborn mengatakan sebagai ‘kontusi penjepit’ pada paru, dimana batas yang lebih bawah paru terjebak pada sudut kostofrenikus yang sempit.
Luka robek pada paru dapat terjadi pada luka memar dan bahkan lobus atau bagian paru dapat terlepas. Hilus mungkin robek dan ligament pulmonum di bawah hilus merupakan daerah yang sering terjadi perdarahan. Pembuluh darah pada hilum sering robek menyebabkan perdarahan intrapulmonal atau perdarahan mediastinum yang berat. Pada anak-anak, perlukaan pada paru dapat terjadi tanpa fraktur pada tulang iga akibat dari elastisitas dan kemampuan dinding dada untuk bertahan.
Luka tembus pada paru umum ditemukan, biasanya akibat tusukan pisau. Luka mungkin berakhir pada parenkim paru atau pada pembuluh darah besar,  atau menembus sehingga terjadi kerusakan yang lebih jauh pada jantung atau pembuluh-pembuluh darah yang besar. Mereka membantu ahli patologi untuk menggambarkan jejak pada arah tusukan, namun karena variasi topografi selama inspirasi, dibandingkan dengan keadaan yang ditemukan pada otopsi.
Pada ledakan, paru merupakan organ yang paling rentan pada perlukaan jenis ini, disebabkan oleh besarnya permukaan jaringan dan udara.


6.       Perlukaan pada jantung
Jantung rentan baik pada luka tembus dan luka memar. Bentuk umum dari pembunuhan adalah tusukan pada dada yang menembus jantung. Yang jarang, tusukan kea rah atas dari perut menembus diafragma.
Ventrikel kanan sering terluka oleh karena luka tusuk karena posisinya sebagian besar pada daerah frontal, namun septum intraventrikuler anterior dan ventrikel kiri juga rentan. Tusukan yang dangkal mungkin dapat melukai miokardium dan tidak mengenai lumen ventrikel. Pada kasus ini mungkin terjadi sedikit gangguan kecuali arteri koronaria terkena yang dapat menyebabkan kematian akibat insufisiensi miokard atau tamponade jantung.Yang lebih sering,pada ventrikel kanan, pisau mengenai kavitas. Terjadinya perdarahan pada kandung jantung.
Pada ventrikel kiri, kontraksi dinding jantung yang tebal mungkin menutup luka sebagian atau seluruhnya sehingga terjadi sedikit perdarahan. Jika luka yang terjadi pada ventrikel lebih besar daripada luka yang terjadi pada kandung jantung akan terjadi tamponade jantung.pada umunya luka pada ventrikel kanan lebih berbahaya daripada luka pada ventrikel kiri.Banyaknya luka tusuk pada jantung, terutama pada ventrikel kiri, mungkin perdarahan yang terjadi tidak deras.
Luka tumpul yang berbahaya dapat terjadi tanpa tanda pada kulit dada atau kerusakan dinding dada. Perlukaan pada jantung tjadi pada bagian depan, khususnya pada ventrikel kanan, meskipun memar dan luka robek dapat terjadi jika jantung tertekan dan mengenai vertebra torasik. Pada luka yang berat, seperti pada kecelakaan pesawat terbang, seluruh bagian jantung dapat terlepas dari ikatannya dan tergeletak di dalam ruang dada.

7.        Hemoperikardium dan tamponade jantung
Kebanyakan kasus hemoperikardium disebabkan oleh penyakit alami, seperti ruptur infark miokardial dan aneurisma aorta.  Ketika kerusakan yang terjadi akibat luka tusuk yang sebabkan perforasi pada kandung jantung, perdarahan dapat masuk ked ala kavitas pleura, mediastinum, atau bahkan adomen jika diafragma ikut tertembus. Kematian dapat terjadi akibat perdarahan, namun penyebab kematian yang umum adalah tamponade jantung.
Pada tamponade, darah yang terkumpul pada kandung jantung lebh cepat daripada yang keluar dari kandung jantung tersebut, baik karena kebocoran pada kandung jantung terbendung oleh bekuan darah. Pada kasus kontusio, tidak ada jalan keluar dari kandung jantung. Ketika darah yang terkumpul cukup banyak, tekanan pada kandung jantung meningkat dana mencegah pengisian pasif pada atrium pada saat diastol. Curah jantung menurun, begitu juga tekanan darah sistemik dan tekanan vena meningkat. Jika tidak dibebaskan, akan terjadi kematian dengan waktu yang berbeda dan hampir tidak mungkin diperkirakan pada waktu pemeriksaan patologis. Menurut Moritz, kehilangan darah 400-500ml sudah dapat sebabkan kematian, meskipun nampaknya lebih yang dilihat pada tamponade.

B.     Perlukaan Pada Pembuluh darah Besar
Pembuluh darah yang rentan adalah aorta, yang umumnya mengalami perlukaan pada kecelakaan udara dan jalan raya. Ketika mendadak berhenti, jantung berusaha mempertahankan arah saat sebelumnya, sehingga bergerak pada rongga dada. Ini sebabkan penarikan yang parah pada akar jantung dan akibatnya terjadi ruptur aorta sebagian atau seluruhnya. Pada kejatuhan dari tinggi, Fiddler  mengatakan bahwa lesi pada aorta yang terjadi sebagai akibat  dari abdomen dan visera yang tertekan ke kaudal oleh karena penghentian pada saat mendarat pada kaki atau bokong. Menurut Fiddler, ruptur terjadi sekitar 1,5 cm distal dari perlekatan ligamentum arteriosum. Aorta torasik yang lebih bawah diikat oleh ligament longitudinal anterior pada bagian depan vertebra dorsalis., samapi akhir lengkung. Ini nampak sebagai titik lemah dan transeksi sering terjadi pada tingkat ini, terkadang nampak bersih seperti pada pemotongan pembedahan. Robekannya anuler dan pada sudut kanan sampai ke sumbu aorta. Terkadang terjadi robekan multiple pararel pada transeksi utama sehingga disebut ‘robekan anak tangga‘. Pada trauma pengereman, robekan tidak komplit, dimana hanya mengenai daerah intima dan media, tanpa ditemukan robekan yang besar; ketika kematian tertunda, aneurisma palsu dan diseksi mungkin didiagnosa pada aortagram.
Arteri pulmonalis kurang rentan teradap trauma tumpul daripada aorta, namun pada pemukulan dan terkena setir dapat sebabkan fraktur tulang iga dan sternum. Arteri pulmonalis dan cabang-cabang vena mungkin dapat rusak pada pangkal dekat paru, sementara hilus mungkin tidak robek.
Tusukan yang terlalu tinggi atau terlalu lateral untuk menusuk ruangan jantung dapat menusuk aorta asendens atau arteri pulmonalis. Jika luka di bawah refeleksi pericardium, hemoperikardium atau tamponade jantung dapat terjadi. Tusukan lain mungkin melukai katup jantung atau mengenai cabang besar arteri atau vena pulmonalis, sebabkan perdarahan yang besar sampai ke kavitas pleura atau mediastinum.

C.     Perlukaan Abdomen
Seperti pada dada, kerusakan dapat terjadi oleh luka tumpul dan luka tembus tergantung dari lokasi. Sebagai tambahan, sebagian besar daeah perut depan terisi oleh usus,akibatnya dapat terjadi perforasi dengan konsekuensi peritonitis.
Luka terbuka atau luka tembus membutuhkan sedikit deskripsi, seperti karakteristik luka tusuk pada umumnya. Hepar dan khususya limpa dapat mengalami perdarahan dan sebabkan hemoperitoneum. Ginjal jarang tertusuk, kecualidari belakang.
Luka tertutup atau luka tumpul pada abdomen umum baik pada kecelakaan maupun penyerangan.tekanan pada abdomen oleh setir mobil dulu lebih umum terjadi sebelum adanya sabuk pengaman dan airbag (kantong udara). Hepar, intestinal, limpa dan mesenterium sangat rentan. Tabrakan antara 2 kendaraan, atau antara kendaraan dan dinding adalah mekanisme yang lain yang sebabkan trauma abdomen, yang juga dapat dilihat pada kecelakaan kereta api dan industri, dimana abdomen tertindih di antara 2 permukaan. Pada pembunuhan, penyerangan, penyiksaan anak, tendangan, pengencetan dan penonjokkan yang keras juga dapat menyebabkan trauma tumpul.
Apapun mekanisme kejadian, gambaran-gambaran di bawah ini mungkin ada :
  1. Memar pada dinding abdomen, baik pada kulit dan otot di bawanhya sering ditemukan pada trauma abdomen. Dimana perdarahan subkutanea banyak mungkin nampak dari daerah permulaan menjadi area yang besar pada dinding abdomen, khususnya pada bagian bawah mungkin nampak sampai kanalis inguinalis atau di skrotum atau labia. Lebih sering disertai luka lecet. Tendangan yang meninggalkan lecet, kecuali terlindungi paakaian. Memar bentuk jari atau buku jari mungkin nampak, khususnya pada kasus penyiksaan anak. Pada bayi jejak jari nampak pada kedua sisi abdomen, dimana jari-jari oang dewasa dapat mengangkat tubuh bayi, sehingga umum pada garis aksilaris pada dada. Perlukaan yang berat atau fatal bisa disertai atau tanpa adanya tanda pada kulit. Ini dapat terjadi bila ada perlindungan dari pakaian atau kekerasan terjadi pada daerah yang luas. Pada bayi, hepar, mesenterium, duodenum dapat ruptur tanpa disertai tanda pada bagian luar.
  2. Perdarahan yang luas ke dalam rongga peritoneum, biasanya berasal dari pecahnya viskus yang solid dan perdarahan mesenterium.
  3. Memar atau ruptur lambung dan diafragma namun lambung lebih kurang rentan dibanding ususl. Namun dapat robek akibat dorongan ke atas yang berat oleh penuhnya cairan atau darah.
  4. Usus dan mesenteriumnya sering rusak pada trauma abdomen. Memar yang luas dari usus dan pembuluh darah mesenterium dapat terjadi dimana sebagian besar berasal dari tumbukan dengan bagian yang menonjol dari vertebra lumbal di garis tengah. Duodenum dan yeyunum rentan dengan penekanan terhadap vertebra, khususnya pada anak-anak, dimana tekanan yang berat pada pusat atau bagian atas abdomen dapat memotong bagian ketiga duodenum hampir mirip degan pemotongan dengan pisau bedah. Robekan pada mesenterium tidak umum baik pada kecelakaan lalu lintas maupun pada penyerangan. Mekanisme yang sama dari serangan kompresi pada tulang lumbal menyebabkan memar dan robekan dari bagian tengah mesenterium, dimana biasanya terjadi pada membran bagian tepi dari usus halus. Perdarahan yang hebat dapat terjadi pada keadaan dimana tindakan bedah sering tidak diberikan karena kondisi yang tidak dikenal. Tendangan dan pukulan diabdomen bisa diderita oleh pemabuk dimana terjadi ketidaktahuan atas luka mereka sampai beberapa jam kemudian.
  5. Ruptur pada limpa setelah trauma memerlukan tindakan operasi yang segera, tapi mungkin dapat ditemukan pertama kali pada saat autopsy. Bila diagnosa belum dapat dipastikan, malaria, glandular fever dan infeksi lainnya meningkatkan resiko dari ruptur. Limpa dapat hancur akibat tabrakan pada permukaan atau akibat tarikan pada pedikelnya.
  6. Ruptur pada hati juga merupakan lesi yang serius yang biasa ditemukan pada trauma abdomen, seperti contohnya akibat jatuh dari ketinggian atau karena crush injury diantara dua gerbong kereta.
  7. Trauma pada ginjal. Tabrakan akibat kecelakaan dapat menyebabkan hancurnya ginjal, penyebab lainnya adalah tendangan tapi merupakan trauma yang tidak umum. Perdarahan perirenal lebih sering terjadi dibandingkan dengan kerusakan pada organ ginjalnya sendiri. Pembuluh darah suprarenal dapat rusak karena tabrakan dan menurut statistik di Inggris, Arteri suprarenal kanan lebih sering dari arah pinggang.

D.    Benda Asing Di Dalam Usus
Tidak selalu pada trauma, benda asing dan material lainnya ditemukan pada system pencernaan di dalam praktek forensic, baik klinik maupun autopsy. Pada kasus penyimpangan memegang peranan penting, dimana benda asing dimasukkan kedalam rectum maupun vagina. Pada kegiatan seksual yang tidak wajar, aktivitas masturbasi, heteroseksual atau homoseksual, adanya kentang di dalam rectum atau terdapatnya pisang didalam vagina mungkin saja dapat terjadi. Pada kasus pengelapan heroin yang terdapat di airport, penyelundup biasanya menelan heroin yang telha dibungkus kondom kedalam lambung, namun kadang dengan gerakan peristaltic usus, kondom dapat pecah dan penyelundup mati karena over dosis, ataupun mati karena rupture saluran pencernaan.

E.     Trauma Pada Pelvis Dan organ Pelvis
Berbagai fraktur dan dislokasi akibat trauma yang berat dapat terjadi pada tulang pelvis :
  1. Saat tekanan yang kuat dikerahkan pada bagian depan abdomen atau area pubis, pelvis mungkin dapat terbuka, meregang keluar, bagian dari symphysis dan satu atau kedua tulang sendi sakroiliaka akan menjadi dislokasi.
  2. Tabrakan pada pinggang dapat menghancurkan bagian superior ramus pubis inferior dan dislokasi dari tulang sendi sakroiliaka.
  3. Jatuh dari ketinggian pada kaki, dapat meneruskan gaya ke atas pada kaki, sehingga dapat terjadi dislokasi pinggul atau bahkan bergesernya satu atau kedua kepala femur sampai acetabulum.
  4. Tendangan atau jatuh yang keras pada dasar dari spinal dapat menyebabkan fraktur pada tulang coccygeus atau sacrum.


F.      Komplikasi Dari Trauma Abdomen
Akibat fatal yang sering terjadi pada trauma intra abdomen adalah perdarahan yang berasal dari berbagai organ. Limpa dan mesenterium cenderung lebih cepat dan lebih banyak berdarah, meskipun dapat terlambat beberapa jam sebelum gejala yang serius timbul.
Mesenterium mengandung banyak pembuluh darah dan tidak dapat ditutupi oleh jaringan parenkim baik hati maupun limpa sehingga perdarahan biasanya cepat terjadi. Perforasi alami pada peptic ulcer, penetrasi pada lambung atau duodenum dapat menyebabkan peritonitis kimiawi dan dapat mengakibatkan shock yang hebat ataupun sedang


DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I. Made, 1999, Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam, EGC, Jakarta.

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian  perawatan  Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA